KOMISI III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ingin cepat menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau revisi KUHAP. Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengatakan tujuannya untuk menyinkronkannya dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah diselesaikan oleh DPR periode lalu dan disesuaikan dengan kondisi terkini.
“Kami kan inginkan KUHAP ini bisa cepat selesai. Supaya aparat penegak hukum, baik polisi, kejaksaan, pengadilan, dan juga pengacara dan para pencari hukum dapat mendapatkan keadilan yang sebenar-benarnya,” kata Adies usai sidang paripurna di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 8 Juli 2025.
Selain alasan penyesuaian, sejumlah rancangan undang-undang juga menanti untuk digarap oleh komisi-komisi di DPR, di antaranya RUU Polri dan RUU Perampasan Aset.
Politikus Partai Golkar ini mengatakan Komisi III DPR sudah membuka ruang seluas-luasnya partisipasi publik bermakna dalam proses revisi UU KUHAP. Dia menuturkan komisi bidang hukum itu sudah melibatkan sejumlah pemangku kepentingan termasuk pakar, ikatan advokat, dan kelompok sipil yang relevan.
Komisi III DPR menggelar rapat kerja membahas RUU KUHAP pada Selasa. Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan rapat berfokus pada maksimalisasi upaya restorative justice atau keadilan restoratif, perlindungan hak tersangka, dan penguatan peran advokat.
Dia memastikan pembahasan RUU KUHAP tidak akan mengubah dan mengurangi kewenangan masing-masing institusi penegak hukum, yakni kepolisian, kejaksaan, dan Mahkamah Agung. “Jadi kewenangannya akan tetap ajeg seperti saat ini,” kata dia.
Menurut dia, KUHAP saat ini masih belum mampu melindungi hak warga negara yang berhadapan dengan hukum. Apalagi, peran advokat yang mendampingi juga dianggap masih terbilang kecil.
Habiburokhman mencontohkan kasus Nenek Minah yang mencuri tiga biji kakao lalu diganjar hukuman, serta kasus pencurian kayu jati di Bojonegoro, Jawa Timur. Semestinya, kata dia, kasus itu diadili apabila merujuk ketentuan KUHAP. “Karena itu, diperlukan pembaruan KUHAP agar aparat penegak hukum lebih terbuka, profesional, dan menghormati hak asasi manusia,” ujar politikus Partai Gerindra itu.
Dia menyebutkan RUU KUHAP yang sedang dibahas DPR memuat 334 Pasal. RUU KUHAP akan menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Revisi KUHAP ini merupakan inisiasi DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
DPR Bahas RUU Polri dan RUU Perampasan Aset setelah Revisi KUHAP Tuntas
Sebelumnya, DPR menyatakan belum akan membahas RUU Polri dalam waktu dekat. Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo mengatakan RUU Polri kemungkinan akan dibahas setelah RUU KUHAP tuntas.
Politikus Partai NasDem itu mengatakan komisinya masih berfokus membahas revisi KUHAP dengan menyerap aspirasi dari berbagai pihak karena RUU tersebut sangat urgen untuk tuntas pada tahun ini. “Kami pertegas saat ini fokus penyelesaian RUU KUHAP,” kata Rudianto pada Selasa, 22 April 2025, seperti dikutip dari Antara.
Rudianto mengaku belum mendengar secara langsung mengenai rencana pemerintah menggulirkan RUU Polri pada tahun ini, karena seluruh perhatian masih berfokus pada RUU KUHAP. Menurut dia, RUU KUHAP harus tuntas pada 2025 untuk mengejar UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mulai diberlakukan pada 2026.
Dia mengatakan UU KUHAP yang masih berlaku sudah ada sejak 1981. Selama itu, sudah banyak norma KUHAP yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung. “Sehingga penting RUU KUHAP tahun ini selesai supaya bisa jadi partner beriringan dengan KUHP,” kata dia.
Adapun Ketua Badan Legislasi atau Baleg DPR Bob Hasan mengatakan pembahasan revisi UU Polri tidak masuk dalam daftar prioritas lembaganya. Dia mengatakan kemungkinan pembahasan revisi UU Polri itu bakal dilakukan Komisi III DPR. “RUU Polri kemarin tidak masuk prioritas. Belum ada,” katanya saat ditemui di kompleks parlemen pada Kamis, 17 April 2025.
Politikus Partai Gerindra itu menuturkan tidak ada upaya saling merebut maupun melempar pembahasan RUU Polri. Sebab, kata dia, pembahasan itu juga belum masuk dalam daftar prioritas di komisi hukum. “Tidak ada yang lempar-lemparan, rebut-rebutan,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebutkan pembahasan RUU Perampasan Aset menunggu rampungnya RUU KUHAP. “Betul begitu. Pembahasan RUU Perampasan Aset dilakukan setelah pembahasan RUU KUHAP selesai,” tutur Dasco di kompleks parlemen, dikutip dari keterangan tertulis di laman resmi DPR, Rabu, 25 Juni 2025.
Dasco menjelaskan materi ihwal perampasan aset tidak hanya diatur dalam satu peraturan perundang-undangan, tetapi tersebar di berbagai regulasi. Aturan yang berkelindan meliputi UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), KUHP, hingga KUHAP. Maka dari itu, kata dia, DPR bakal menyelesaikan terlebih dahulu RUU yang berkaitan supaya pengaturan dalam RUU Perampasan Aset dapat disusun secara harmonis dan menyeluruh.
Ketua DPR Puan Maharani sebelumnya mengatakan parlemen tak akan tergesa-gesa membahas RUU Perampasan Aset. “Pertama, memang sesuai dengan mekanismenya kami akan membahas KUHAP dulu,” kata Puan di kompleks parlemen pada Rabu, 7 Mei 2025.
Dalam pembentukan RUU Perampasan Aset nantinya, dia memastikan anggota Dewan akan mendengarkan pendapat masyarakat terlebih dahulu sebelum memutuskan langkah selanjutnya. “Namun kami awalnya tidak akan tergesa-gesa. Kami akan mendapatkan masukan dari seluruh elemen masyarakat dulu,” ucap Puan. “Setelah itu, baru kami akan masuk ke perampasan aset.
Menurut Ketua DPP PDI Perjuangan ini, pembahasan RUU Perampasan Aset yang terburu-buru bakal menyalahi aturan. “Kemudian tidak sesuai dengan mekanisme yang ada. Itu akan rawan,” ujar Puan.
Pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi UU dinilai penting sebagai upaya memiskinkan pelaku tindak pidana, termasuk korupsi. Namun, meski sudah mengendap belasan tahun, pengesahan regulasi ini tak diprioritaskan pada 2025.
Presiden Prabowo Subianto sempat menyatakan dukungannya perihal perumusan RUU Perampasan Aset. Menurut dia, RUU itu bentuk upaya untuk menindak koruptor dan menyelamatkan kekayaan negara.
“Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah korupsi enggak mau kembalikan aset,” kata Prabowo dalam pidato peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 di lapangan Monumen Nasional, Jakarta, Kamis, 1 Mei 2025.
Prabowo juga pernah mendukung pengesahan UU Perampasan Aset ketika debat calon presiden 2024 yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum. Adapun RUU Perampasan Aset digagas pertama kali oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2008. Namun, hingga kini belum ada realisasi terkait dengan pengesahan RUU tersebut.
Daniel Ahmad Fajri, Andi Adam Faturahman, Ervana Trikarinaputri, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Munculnya Kembali Usul Penerapan E-Voting untuk Pemilu 2029