TEMPO.CO, Jakarta - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Kementerian Hukum menyepakati penghapusan ayat dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan Mahkamah Agung tak boleh menjatuhkan pidana lebih berat dari putusan judex facti atau pengadilan sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Komisi Hukum DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi KUHAP Habiburokhman menyatakan bahwa parlemen dan pemerintah telah membahas ketentuan yang termaktub dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) 1531 Pasal 293 ayat (3) Rancangan Undang-Undang KUHAP itu.
Ketentuan tersebut mulanya diusulkan oleh pemerintah melalui Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej agar tetap dipertahankan dalam draf revisi KUHAP. “Saya selaku Ketua Komisi III dan Ketua Panja Revisi UU KUHAP menyampaikan bahwa seluruh anggota Panja dan wakil pemerintah telah menyepakati bahwa DIM 1531 Pasal 293 ayat (3) dihapus,” ujar Habiburokhman melalui keterangan tertulis, dikutip pada Jumat, 11 Juli 2025.
Politikus Partai Gerindra ini beralasan ketentuan tersebut tidak lagi relevan. Usulan Pasal 293 ayat (3) dalam DIM RUU KUHAP itu berbunyi: “Dalam hal Mahkamah Agung menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, maka pidana tersebut tidak boleh lebih berat dari putusan judex facti.”
Ayat tersebut merupakan substansi baru yang diusulkan pemerintah melalui DIM. Draf RUU KUHAP mulanya hanya memiliki dua ayat dalam Pasal 293 yang mengatur soal peran Mahkamah Agung dalam tahapan kasasi perkara.
Dengan adanya kesepakatan ini, Mahkamah tetap bisa menjatuhkan hukuman sesuai hasil peninjauannya. “Dengan dihapusnya ketentuan ini, maka Mahkamah Agung tetap dapat menjatuhkan hukuman sesuai keyakinannya, baik itu lebih berat maupun tidak lebih berat daripada putusan pengadilan sebelumnya,” kata Habiburokhman.
Adapun DPR dan pemerintah secara resmi telah memulai rapat panitia kerja untuk membahas RUU KUHAP. Habiburokhman mengatakan RUU KUHAP yang tengah dibahas itu memuat lebih dari 334 Pasal yang memiliki 10 substansi pokok.
Beberapa substansi pokok yang dimaksud Habiburokhman itu adalah penyesuaian KUHAP dengan nilai-nilai KUHP baru, penguatan hak warga negara yang berhadapan dengan hukum, penguatan peran advokat, serta perbaikan aturan mekanisme upaya paksa.
Revisi KUHAP akan menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang telah berlaku sekitar 44 tahun lamanya. Revisi KUHAP ini merupakan inisiasi DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.