TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan membentuk tim khusus untuk melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah yang tengah dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pembentukan tim ini dilakukan guna memastikan sejarah ditulis ulang dengan baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia juga menyebut bahwa tim supervisi ini telah mendapatkan persetujuan dari Ketua DPR Puan Maharani. "Setelah konsultasi dengan Ketua DPR dan sesama Pimpinan DPR lain nya maka DPR akan membentuk, menugaskan tim supervisi penulisan ulang sejarah dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan," kata Dasco dalam keterangan tertulis sebagaimana dikutip Antara, Minggu, 6 Juli 2025.
Menurut dia, tim khusus ini akan diisi oleh Komisi III DPR RI yang membawahi bidang hak asasi manusia dan juga Komisi X DPR selalu mitra legislasi dari Kementerian Kebudayaan. Dasco mengklaim alat kelengkapan dewan yang diterjunkan ke dalam tim itu akan bekerja secara profesional.
Dengan adanya tim supervisi, Politikus Gerindra itu berharap penulisan ulang sejarah yang digagas pemerintah tidak lagi menjadi polemik. Ia juga menjanjikan bahwa hal-hal yang menjadi kontroversi dalam penulisan ulang sejarah akan menjadi perhatian khusus bagi tim tersebut.
"Akan menjadi perhatian khusus oleh tim ini dalam melakukan supervisi terhadap penulisan ulang sejarah," kata Dasco.
Naskah sejarah nasional baru yang digagas oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon direncanakan akan rampung pada 17 Agustus 2025 atau bertepatan dengan HUT kemerdekaan ke-80 RI. Namun, dalam perjalanannya penulisan ulang sejarah nasional ini menuai banyak penolakan dari berbagai kalangan hingga memantik kontroversi.
Penolakan itu salah satunya dilandasi karena pemerintah berencana menulis sejarah dengan tone positif, termasuk pada peristiwa-peristiwa kelam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Teranyar, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menggeruduk Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat sedang rapat kerja bersama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat pada Rabu, 2 Juli 2025.
Koalisi Sipil mengatakan interupsi ini merupakan aksi simbolik. "Untuk memprotes adanya pemutihan sejarah dan juga mengecam pernyataan Fadli Zon yang mengatakan pemerkosaan massal 1998 adalah rumor dan tidak ada buktinya," kata Jane Rosalina, saat ditemui usai menginterupsi rapat.
Jane mengatakan, koalisi sipil keberatan dengan proyek penulisan ulang sejarah yang sedang digarap Fadli Zon, terutama setelah Fadli Zon tak mengakui pemerkosaan massal sebagai peristiwa kelam pada kericuhan Mei 1998.
"Kami hadir untuk mengecam sertamemberi teguran kepada Fadli Zon agar meminta maaf kepada publik dan juga mengakui kesalahannya," tutur Jane.