TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani mewanti-wanti supaya penetapan 17 Oktober menjadi Hari Kebudayaan tidak menimbulkan polemik. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menegaskan parlemen bakal meminta penjelasan Menteri Kebudayaan Fadli Zon ihwal penetapan yang termaktub dalam Surat Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025 tentang Hari Kebudayaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Puan, Fadli harus menerangkan apa dasar dan argumentasi keputusan itu. “Ini enggak boleh tanpa dasar. Saya berharap bahwa Menteri Kebudayaan bisa menjelaskan argumentasinya dengan sebaik-baiknya, jadi jangan sampai kemudian menimbulkan polemik,” tutur Puan di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa, 15 Juli 2025.
Penetapan Hari Kebudayaan itu sempat ramai dibicarakan. Sebab, hari itu bertepatan dengan hari lahir Presiden Prabowo Subianto, yakni 17 Oktober 1951. Puan menegaskan bahwa kebudayaan adalah milik seluruh rakyat, lintas generasi, dan lintas zaman.
Ia mengingatkan jangan sampai kebudayaan itu bersifat eksklusif. “Jadi saya minta untuk bisa dijelaskan dasar dan argumentasinya dengan baik, untuk tidak menimbulkan polemik yang berkelanjutan,” ujar Puan menegaskan kembali.
Adapun Menteri Fadli Zon mengeluarkan keputusan soal Hari Kebudayaan itu pada 7 Juli 2025. Politikus Partai Gerindra ini mengatakan 17 Oktober dipilih karena bertepatan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Penetapan Lambang Negara. Menurut dia, hari itu merupakan momen penting ketika Presiden Soekarno meresmikan Garuda Pancasila sebagai lambang negara dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian dari identitas bangsa.
"Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar semboyan, tetapi filosofi hidup bangsa Indonesia yang mencerminkan kekayaan budaya, toleransi, dan persatuan dalam keberagaman," kata dia melalui keterangan tertulis, Senin, 14 Juli 2025.
Dia menyebut usulan penetapan tanggal tersebut tidak hanya datang dari pemerintah, tetapi juga masyarakat yang tergabung dalam seniman dan budayawan dari Yogyakarta, yang terdiri dari para maestro tradisi dan kontemporer. Kajian yang dilakukan himpunan itu sudah dilakukan sejak Januari 2025, sebelum disampaikan ke Kementerian Kebudayaan.
"Lalu disampaikan ke Kementerian Kebudayaan setelah beberapa kali diskusi mendalam," ujarnya. Usulan yang diberikan oleh para seniman, kata dia, juga sudah disampaikan pada rapat dengar pendapat dengan anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Yogyakarta, Ahmad Syauqi Soeratno, pada 26 Mei 2025.