TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyoroti inefisiensi anggaran yang kerap dilakukan legislator daerah hingga pusat. Menurut dia, inefisiensi tersebut berpotensi masuk dalam kategori korupsi kultural.
Pilihan editor: Perlukah Memakai Diplomasi Militer Membebaskan WNI di Myanmar
“Artinya sesuatu yang dianggap legal, tapi sesungguhnya merugikan negara,” kata Dedi dalam Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi untuk Mewujudkan Tata Kelola Pemerintah Daerah yang Bebas dari Korupsi Pasca Pelantikan Kepala Daerah di Wilayah DKI Jakarta, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Banten, dan Jawa Barat di Candi Bentar Hall Putri Duyung Ancol, Jakarta, pada Kamis, 10 Juli 2025.
Salah satu inefisiensi yang kerap mantan Bupati Purwakarta itu lihat terjadi saat perjalanan dinas keluar kota maupun provinsi seorang legislator. Pemborosan anggaran negara itu terjadi karena tidak sedikit legislator yang melakukan perjalanan dinas dengan mengajak orang lain untuk menemani mereka.
“Satu anggota DPR berangkat, yang mendampinginya bisa tujuh orang,” ujarnya. “Sudah habis tujuh tiket pesawat, tujuh tiket kereta api.”
Dedi menekankan pentingnya reformasi sistem keuangan legislatif. Ia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merumuskan ulang kedudukan keuangan yang digunakan legislator agar lebih adil dan transparan.
Ia juga mendorong transparansi penuh anggaran pemerintah melalui media sosial. "Sudah saja APBD kita di-YouTube-kan, di-TikTok-an, di-IG-kan. Sampaikan detail anggaran secara terbuka. Karena dengan itulah kepercayaan akan tumbuh," ujarnya.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad membantah pernyataan Dedi. Menurut dia, tidak ada satu pun legislator Senayan yang melakukan perjalanan dinas dengan membawa pendampingnya.
"Anggota DPR atau DPRD? Kalau DPR tidak ada yang membawa satu orang, atau tujuh orang," ujarnya. "Tidak ada mata anggarannya itu."
Pilihan editor: Menteri Agama Bentuk Tim Khusus Cegah Kekerasan Seksual di Pesantren
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini