TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa kebijakan satu ruang kelas untuk 50 orang siswa hanya berlaku untuk jenjang sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) saja. Ia menyebut proses pembelajaran di tingkat ini lebih memungkinkan untuk diterapkan kebijakan tersebut dibanding jenjang SD dan SMP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau SD itu kan gurunya perlu satu-satu tuh. Kalau SMA dan SMK kan sudah beda interaksi belajarnya. Paparan, membaca, pelajari. Jadi beda," kata Dedi saat dihubungi pada Kamis, 3 Juli 2025.
Lagi pula, Dedi beralasan kebijakan ini hanya berlaku untuk sementara sampai proses pembangunan penambahan kelas selesai. Ia menargetkan pada Januari 2026 nanti, siswa sudah belajar dengan kuota siswa normal yakni 30-35 siswa per kelas. "Kami upayakan dalam enam bulan awal ini sudah ada ruang kelas baru," katanya.
Kebijakan penambahan kuota siswa ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor : 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat. Dedi menjelaskan bahwa kebijakan dilakukan guna mengatasi keterbatasan jumlah sekolah negeri, sementara orang tua siswa tidak mampu menyekolahkan anaknya di sekolah swasta.
"Artinya aturan ini untuk di daerah-daerah tertentu yang jumlah sekolahnya masih sangat terbatas, dan sangat jauh maka saya mempersilakan untuk menerima maksimal 50," tutur Dedi.
Politikus Gerindra itu mengklaim kebijakan ini lebih baik dibanding anak harus putus sekolah. Selama ini, dia memaparkan angka siswa lulus tidak melanjutkan sekolah di Provinsi Jawa Barat merupakan tertinggi se-Indonesia dengan total mencapai 200.167. Sementara jumlah siswa putus sekolah mencapai 168.689 orang. "Jawa Barat tuh angka putus sekolahnya tertinggi," ujar Dedi.
Kebijakan Dedi meminta kepala sekolah menambah kuota siswa ini mendapat penolakan dari Forum Kepala Sekolah Menengah Atas atau SMA Swasta Provinsi Jawa Barat. Ketua Umum Forum Kepala SMA Swasta Jawa Barat Ade D. Hendriana mengatakan aturan itu bertentangan dengan aturan menteri perihal luas ruang kelas dan jumlah maksimalnya.
Dampaknya juga dikhawatirkan akan membuat banyak sekolah swasta yang tutup karena tidak diberi ruang untuk bersaing. "Kebijakan tersebut akan membenturkan sekolah negeri dan swasta sehingga berpotensi terjadinya kesenjangan sosial yang semakin tajam dalam dunia pendidikan," ucap Ade saat dihubungi pada Rabu, 2 Juli 2025.
Mereka mendesak Dedi mencabut kebijakan tersebut. Forum juga mengirim surat desakan itu kepada publik dan ditujukan atau dilayangkan khusus kepada Presiden Prabowo Subianto, Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, Menteri Pendidikan Dasar Dan Menengah Abdul Mu'ti.
Anwar Siswandi berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Rute Transjabodetabek Bekasi-Dukuh Atas Resmi Beroperasi Hari Ini