TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan sebanyak tujuh orang telah ditetapkan tersangka atas peristiwa pembubaran paksa retret pelajar Kristen di Cidahu, Sukabumi pada Jumat, 27 Juni 2025 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kapolda Jabar dan Kapolres Palabuhan ratu sudah bergerak cepat tadi malam, dan berdasarkan informasi yang saya terima sudah ditetapkan sebanyak 7 tersangka perusakan rumah Ibu Nina yang berada di Desa Tangkil Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi," tutur Dedi melalui unggahan di akun Instagram miliknya pada Selasa, 1 Juli 2025. Tempo telah diizinkan untuk mengutip pernyataan tersebut.
Politikus Gerindra itu berjanji proses hukum atas kasus ini akan terus berjalan. Ia pun meminta masyarakat untuk kembali hidup tenang, tentram, dan saling menghargai perbedaan. "Salam untuk semuanya, mari kita jaga negara ini dengan spirit toleransi, menghormati kebebasan beragama dalam setiap kehidupan kita," kata dia.
Sebelumnya, video perusakan rumah yang diduga dijadikan tempat ibadah di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, viral di media sosial. Akun Instagram @sukabumisatu, menyebut ratusan warga di desa Kecamatan Cidahu melakukan aksi demo di Kampung Tangkil RT 04/01, Desa Tangkil, pada Jumat 27 Juni 2025.
Terlihat dalam video yang dibagikan oleh akun tersebut, sekelompok orang menurunkan benda yang tampak seperti kayu salib. Warga yang berteriak-teriak itu kemudian menghancurkan sejumlah fasilitas rumah seperti kaca. Mereka juga menghancurkan meja-meja dan kursi di halaman rumah tersebut.
Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) mengatakan kejadian di Cidahu merupakan pembubaran kegiatan retreat pelajar Kristen. Peristiwa itu terjadi pada Jumat, sekitar pukul 14.00 WIB.
GAMKI Bogor langsung menginvestigasi peristiwa ini. GAMKI mengatakan kegiatan ibadah tersebut dibubarkan secara paksa oleh sekelompok warga dengan alasan perizinan. Bahkan, diduga terjadi tindakan perusakan dan intimidasi terhadap para peserta yang sebagian besar adalah pelajar.
Menurut GAMKI Bogor, tindakan tersebut sebagai bentuk nyata intoleransi yang tidak hanya melukai semangat kebhinekaan, "Tetapi juga melanggar hak konstitusional setiap warga negara dalam menjalankan keyakinan dan agamanya,” kata Sekretaris DPD GAMKI Bogor Andry Simorangkir, dikutip dari situs resmi pada Senin, 30 Juni 2025.