TEMPO.CO, Jakarta - Data tunggal sosial dan ekonomi nasional (DTSEN) yang mencantumkan siapa saja masyarakat yang berhak untuk menerima bantuan sosial akan terus dimutakhirkan secara berkala. Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan yang berhak memvalidasi data terakhir penerima bansos adalah Badan Pusat Statistik (BPS).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ada dua cara yang dilakukan untuk melakukan pemutakhiran data secara berkala ini, pertama dilakukan secara formal dan kedua dilakukan melalui partisipatif masyarakat. Pemutakhiran ini akan memperkuat data kami namun yang terakhir melakukan validasi itu adalah BPS," ujar Saifullah Yusuf usai rapat koordinasi nasional tentang sosialisasi DTSEN bersama seluruh kepala dinas sosial se-Indonesia, di Grand Mercure Kemayoran, Selasa, 8 Juli 2025.
Menurut pria yang akrab disapa Gus Ipul ini, pemutakhiran data perlu dilakukan secara berkala lantaran DTSEN bersifat dinamis. “Setiap hari ada yang wafat, ada yang lahir, ada yang menikah, dan ada yang pindah tempat tinggal. Maka itu pemutakhiran ini harus kita lakukan secara terus menerus agar data kami semakin akurat dan program tepat sasaran,” tutur gus Ipul.
Ia menambahkan, dengan alasan pemutakhiran data ini pulalah, Kementerian Sosial melakukan evaluasi terhadap sasaran penerima bantuan sosial. Evaluasi ini dilakukan dengan cara bekerja sama dengan beberapa lembaga seperti Mimbara maupun PPATK.
“Evaluasi ini dilakukan terutama kepada para penerima manfaat secara terus menerus selama lima tahun, maupun kepada mereka yang terus menerima bantuan sosial selama 10 tahun,” ujar Mensos.
Dari hasil evaluasi yang dilakukan dengan cara pengecekan data dasar atau ground checking, Mensos menuturkan adanya tanda-tanda ketidaktepatan sasaran penerima bantuan sosial. “Ternyata hasil DTSEN yang kami temui di lapangan bersama dengan BPS melalui pendamping PKH, dari sekitar 12 juta penerima bantuan sosial, 1,9 jutanya tidak layak untuk menerima bantuan sosial lagi,” ujar Mensos.
Diakui gus Ipul, proses validasi dan pemutakhiran data penerima bantuan sosial ini tidak bersifat sempurna. Kendati demikian, proses ini masih terus dilakukan oleh Kementerian Sosial dan BPS untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Seperti misalnya, terjadinya exclusion error atau warga yang miskin ekstrim yang ternyata tidak terdata dalam desil satu atau desil dua sehingga tidak menerima bantuan sosial.
Ada pula inclusion error atau warga yang sudah masuk kategori graduasi atau sudah tidak layak lagi menerima bantuan sosial, malah kembali dan tetap masuk menjadi penerima bantuan sosial.
“Karena itu melalui Rakernas ini kami meminta Dinas Sosial yang bekerja di provinsi maupun kabupaten kota apabila memiliki data di lapangan yang lebih valid agar berkoordinasi dengan BPS untuk langsung ke (melakukan pemutakhiran) DTSEN,” ujar Gus Ipul.
Dalam melakukan penentuan penerima bantuan sosial, BPS memiliki formulasi khusus. Ada banyak indikator yang berubah atau ditambahkan. Seperti misalnya variabel jumlah pengeluaran, kondisi atau kepemilikan rumah, maupun ketakutan yang dialami oleh seorang warga. Kendati demikian, Mensos menjamin alokasi bantuan sosial tersebut tidak berubah. “Program keluarga harapan sebanyak 10 juta, bantuan sosial permakanan nontunai sebanyak 18,9 juta, dan untuk penerima bantuan iuran 96 juta lebih,” ujar Mensos.