TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut pimpinan akan membahas surat kajian Komisi III perihal Mahkamah Konstitusi atau MK pada masa persidangan selanjutnya. Adapun DPR telah memasuki masa reses setelah masa persidangan IV tahun sidang 2024-2025 ditutup kemarin, Kamis, 24 Juli 2025.
Politikus Partai Gerindra ini mengatakan pimpinan parlemen belum membaca surat kajian Komisi Hukum DPR tersebut. “Kan baru kemarin. Nanti tentunya kami akan bahas di masa sidang yang akan datang,” ucap Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Jumat, 25 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain kajian dari Komisi III, dia juga mengungkap bahwa ada masukan-masukan dari Komisi II DPR. Menurut Dasco, komisi yang mengurus isu dalam negeri, sekretariat negara, dan pemilihan umum itu memberikan masukan ihwal bagaimana melakukan rekayasa konstitusi serta formula-formulanya.
Adapun Dasco belum bisa memastikan apakah kajian Komisi Hukum DPR soal MK itu nantinya akan mengarah pada revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. “Kalau dilihat dari putusan-putusan yang sudah berjalan pada saat ini tentunya kan kami lebih fokus bagaimana menyikapi putusan yang ada untuk dijalankan pada saat yang akan datang,” kata Dasco. Sehingga, dia melanjutkan, pimpinan masih akan melihat rekayasa-rekayasa konstitusi atau simulasi-simulasi yang diajukan fraksi.
Tak hanya itu, Dasco juga mengaku belum mengetahui apakah kajian soal putusan MK yang diserahkan Komisi III akan berujung pada evaluasi hakim. “Saya belum tahu, karena kemarin itu kita belum lihat pertimbangan dari Komisi III tentang apa yang disampaikan,” ujar dia.
Sebelumnya diberitakan Antara, Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir pada rapat paripurna kemarin mengumumkan bahwa pimpinan DPR telah menerima surat dari pimpinan Komisi III DPR RI Nomor B/799/Pw.01.02/7/2025 tanggal 23 Juli 2025 perihal Mahkamah Konstitusi.
Seusai rapat, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan bahwa surat tersebut berisi kajian terkait dengan putusan MK yang menuai diskursus publik beberapa waktu belakangan. "Surat yang dari Komisi III adalah kajian, telaah, terkait dengan situasi atau masalah yang kemarin sedang bergulir yang menjadi putusan MK," kata dia di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 24 Juli 2025.
Kendati demikian, Puan tidak merinci secara detail putusan MK yang dimaksud. Sementara beberapa waktu belakangan, MK mengeluarkan Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024. Dalam putusan itu, MK memerintahkan pemisahan pemilu di tingkat nasional dan daerah.
Adapun dampak dari putusan MK yaitu mulai 2029 tidak ada lagi pemilu serentak dengan lima kotak suara. Pemerintah harus menyelenggarakan pemilu nasional untuk memilih presiden, DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada tahun 2029. Kemudian, MK mengamanatkan pemilu daerah meliputi pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan pemilihan kepala daerah harus dihelat paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional tuntas.
Putusan itu menuai resistensi dari fraksi-fraksi di DPR karena MK dianggap melampaui kewenangannya dalam menentukan aturan penyelenggaraan pemilu. DPR hingga kini belum mengeluarkan sikap resmi bagaimana tindak lanjut atas putusan MK.
Dian Rahma Fika berkontribusi dalam penulisan artikel ini.