TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Adies Kadir menyatakan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi sudah direvisi anggota dewan periode lalu. Adies, yang saat itu bertugas sebagai ketua panitia kerja revisi UU MK, mengatakan proses pembahasan saat itu tinggal tunggu rapat paripurna tingkat II.
“Tapi sampai saat ini belum ada pembicaraan dari pimpinan, kalau ada kan dia di rapat pimpinan kemudian di badan musyawarah kan, tapi belum ada,” katanya Adies usai sidang paripurna di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 8 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan Adies itu menanggapi peluang revisi UU MK imbas Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo pada Kamis, 26 Juni 2025. Mahkamah memutuskan penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional terpisah dengan tingkat daerah.
Sejumlah legislator mengkritik putusan MK tersebut. Salah satunya dari anggota Komisi bidang Pemerintahan DPR Muhammad Khozin. "(Apa mungkin akan dihidupkan revisi Undang-Undang MK?) Mungkin saja untuk membahas kewenangan," kata anggota Komisi II fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ini di kompleks Parlemen, Jumat, 4 Juli 2025.
Khozin menilai Mahkamah Konstitusi kerap melampaui batas dalam memutuskan suatu perkara. Dalam konstitusi, pembentuk undang-undang adalah DPR dan pemerintah. Sedangkan, Mahkamah Konstitusi, kata Khozin, adalah penjaga konstitusi.
Tempo pada 18 September 2024, melaporkan soal manuver DPR merevisi UU MK. Pembahasan revisi UU MK dikebut diam-diam tanpa diskusi yang panjang. Anggota Komisi III dari fraksi PAN saat itu,Sarifuddin Sudding menyebut, rapat hanya berlangsung 15 menit sebelum akhirnya disetujui pada Senin, 13 Mei 2024. "Rapat hanya 15 menit, persetujuan, dan selesai," katanya pada Jumat, 17 Mei 2024.
Sejumlah pasal di dalam draf revisi UU MK berpotensi melemahkan MK itu sendiri. Misalnya pada Pasal Sisipan 23 A, disebutkan bahwa hakim konstitusi yang telah menjabat selama lima tahun atau satu periode harus mendapatkan persetujuan dari lembaga pengusul supaya bisa lanjut menjabat untuk lima tahun berikutnya.
Tanpa adanya persetujuan tersebut, hakim konstitusi harus keluar dari MK. Adapun lembaga pengusul yang memilih sembilan hakim adalah presiden, DPR dan Mahkamah Agung.
Revisi UU MK ini pun mengundang kritik. Salah satunya dari Ketua Majelis Kehormatan MK (MKMK) I Dewa Gede Palguna. Dia tak habis pikir dengan revisi yang dilakukan secara diam-diam saat masa reses.
"Ketika ada usul lagi perubahan UU MK dengan cara yang diam-diam, dibuat di masa reses dan tidak semua anggota DPR juga tahu, sebagian masih di luar negeri. Ini kan menimbulkan pertanyaan," kata Palguna pada Kamis, 16 Mei 2024.
Komisi III DPR menyerahkan pengesahan revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi atau revisi UU MK Nomor 24 Tahun 2003 di periode berikutnya. Keputusan ini disepakati dalam rapat kerja Komisi III yang turut dihadiri oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Supratman Andi Agtas pada Selasa, 17 September 2024, di Senayan.
"Sesuai rapat kita terdahulu bahwa rapat terkait dengan RUU MK itu tidak dapat kita lanjutkan, mengingat waktu," kata Adies, yang saat itu menjabat Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir.
Adies menyebut, legislator DPR periode mendatang akan melanjutkan pembahasan RUU MK yang sudah disepakati di tingkat satu. Menkumham Andi Agtas menyetujuinya dan langsung menandatangani draf RUU MK. Adies berterima kasih kepada Andi Agtas usai penandatanganan dokumen tersebut.
Hussein Abri Dongoran berkontribusi dalam penulisan artikel ini