Liputan6.com, Jakarta - Dunia kerja dan karier sering kali menuntut komitmen tinggi, yang tak jarang membawa rasa lelah. Hal ini wajar karena lelah merupakan respons alami tubuh terhadap aktivitas yang dijalani.
Namun, ketika rasa lelah berlangsung terus-menerus dan disertai turunnya motivasi, bisa jadi itu bukanlah lelah biasa, melainkan gejala burnout.
Apa Itu Burnout?
Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, mental, dan emosional akibat stres kerja yang berkepanjangan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), burnout bukan penyakit, melainkan gejala akibat stres kronis di tempat kerja yang belum dikelola dengan baik.
Gejala burnout meliputi rasa lelah yang intens bahkan sebelum bekerja dimulai, munculnya emosi negatif terhadap pekerjaan, hingga perasaan tidak kompeten. Penderitanya juga kerap merasa sulit menikmati hidup sehari-hari.
"kondisi ini bisa menyerupai gejala depresi," kata Profesor Psikologi di Harvard Medical School, Luana Marques.
"Rasanya seperti membawa beban berat, seperti karung kentang, sepanjang waktu," tambahnya.
Tanda-Tanda Burnout yang Perlu Diwaspadai
Penderita burnout sering merasakan emosi negatif terhadap pekerjaannya dan umumnya mereka akan menganggap diri mereka tidak kompeten dengan pekerjaannya.
Dilansir dari Channel News Asia, terkadang gejala burnout akan membuat penderitanya merasa sulit menikmati hidup sehari-hari. Kondisi ini bahkan mirip dengan gejala depresi.
Profesor psikologi Harvard Medical School, Luana Marques, yang juga mengelola klinik khusus untuk membantu para eksekutif mengatasi burnout menyebut bahwa penderita burnout seperti merasakan beban yang sangat berat.
“Rasanya seperti membawa beban berat, seperti karung kentang, sepanjang waktu,” kata Marques.
Sebuah penelitian pada tahun 2024 menemukan bahwa sebanyak 2.000 orang pekerja penuh waktu di AS mengalami burnout dalam satu tahun terakhir.
Temuan ini menunjukkan bahwa burnout adalah masalah yang nyata dan umum terjadi, serta perlu diatasi dengan kesadaran dan strategi yang tepat agar tidak semakin mengganggu kualitas hidup dan produktivitas.
Penyebab Burnout Menurut Para Ahli
Sebuah studi tahun 2024 terhadap 2.000 pekerja penuh waktu di Amerika Serikat menemukan bahwa mereka mengalami burnout dalam satu tahun terakhir.
Ini menunjukkan bahwa burnout bukan masalah sepele, melainkan persoalan umum yang berdampak pada kualitas hidup dan produktivitas kerja.
Menurut Profesor Emeritus Psikologi dari Acadia University sekaligus penulis The Burnout Challenge, Michael P. Leiter, penyebab burnout berbeda-beda pada setiap individu.
Namun, pada umumnya, burnout terjadi ketika ekspektasi terhadap pekerjaan tidak sejalan dengan realitas.
Meskipun banyak faktor bisa menjadi pemicu, beban kerja berlebih adalah penyebab paling jelas. Burnout lebih berisiko terjadi jika seseorang:
- Diminta mengerjakan tugas melebihi kapasitasnya
- Merasa tidak memiliki kendali atas jadwal kerja
- Diberikan tugas yang tidak memuaskan
- Merasa pekerjaan tidak etis atau tidak adil
- Terputus dari hubungan sosial di tempat kerja
"Seseorang akan merasa adanya jarak antara tugas yang harus dikerjakan dan waktu yang tersedia untuk menyelesaikannya," kata Wakil Direktur Medis di Mayo Clinic, dr. Cynthia M. Stonnington.
Strategi Mencegah Burnout di Tempat Kerja
Menurut Leiter, banyak faktor di lingkungan pekerjaan berada di luar kendali individu. Maka dari itu, penting untuk menyadari bahwa menciptakan lingkungan kerja yang sehat bukanlah beban tanggung jawab pribadi semata.
Meski begitu, ada langkah-langkah proaktif yang bisa dilakukan, terutama bagi pegawai baru. Profesor psikologi University of Central Florida, Mindy Shoss, menyarankan agar karyawan baru tidak ragu mengakui bahwa dirinya masih dalam tahap penyesuaian dan aktif bertanya mengenai budaya kerja.
Strategi pencegahan lainnya yang dapat diterapkan adalah job crafting. Ini dilakukan dengan menyampaikan kepada atasan mengenai aspek pekerjaan yang membuat Anda bersemangat. Leiter dan beberapa studi menunjukkan bahwa strategi ini mampu memberikan rasa kendali serta makna dalam pekerjaan.
Selain itu, berdiskusi rutin dengan atasan soal prioritas harian atau mingguan juga penting. Menurut Stonnington, ini memberi kejelasan mengenai harapan kerja dan ruang untuk berkembang. Shoss juga menyarankan agar kita mengatur waktu pelaksanaan tugas sebagai upaya pencegahan burnout, terutama jika tidak bisa memilih jenis tugas yang diberikan.