INFO NASIONAL – Jakarta banjir lagi. Hujan deras yang mengguyur wilayah Ibu Kota dan kawasan hulu selama beberapa hari terakhir menyebabkan sejumlah aliran sungai meluap, menimbulkan genangan luas di berbagai permukiman.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta pada Ahad, 6 Juli 2025, tercatat sebanyak 53 Rukun Tetangga (RT) di lima wilayah kota terdampak banjir, dengan ketinggian air berkisar antara 60 sentimeter hingga 3 meter. Luapan air sungai dan limpasan hujan lokal memaksa lebih dari 250 warga mengungsi ke lokasi penampungan yang disediakan pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gubernur Pramono Anung, menyebut banjir kali ini sebagai gabungan dari tiga penyebab: hujan lokal yang ekstrem, air kiriman dari Bogor, dan rob dari pesisir utara Jakarta. Sebagai antisipasi cepat, ia menginstruksikan seluruh dinas terkait untuk bergerak menangani banjir, termasuk Dinas Sumber Daya Air (SDA). “Semua pompa air telah dioperasikan, pintu-pintu air disesuaikan, dan kami harapkan genangan segera surut," ujarnya di hari Ahad tersebut.
BPBD DKI Jakarta bekerja sama dengan berbagai dinas seperti SDA, Dinas Bina Marga, Dinas Gulkarmat, serta jajaran pemerintah wilayah hingga tingkat kelurahan. Mereka menyedot genangan, memastikan saluran air tidak tersumbat, dan mendistribusikan bantuan dasar. Tim darurat juga terus memantau lokasi rawan banjir serta membuka layanan darurat 24 jam melalui Jakarta Siaga 112.
Pramono bahkan terjun langsung ke lapangan. Pada Senin, 7 Juli, ia meninjau pengerukan Kali Irigasi Bekasi Tengah di Kelurahan Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur. Pengerukan dilakukan sepanjang 5,3 kilometer, dengan volume lumpur yang diangkat mencapai lebih dari 10.000 meter kubik dari dua segmen aliran sungai.
Pemprov juga berencana memperbaiki turap saluran penghubung di Jalan Inspeksi PAM sepanjang 386 meter. Langkah ini masuk dalam strategi jangka menengah Jakarta untuk menambah kapasitas tampung air dan mencegah banjir berulang.
“Ini pertama kalinya saya alami banjir dengan tiga tekanan sekaligus. Hujan lokal, kiriman air, dan rob. Semalam kami operasikan 600 pompa air, dan alhamdulillah, genangan bisa dikendalikan sejak dini hari,” ujarnya.
Gubernur Minta Maaf
Gubernur Jakarta Pramono Anung Wibowo, meninjau Tanggul Inspeksi Kali Ciliwung di Pancoran, Jakarta, 8 Juli 2025. Dok. Pemprov DKI Jakarta
Di tengah upaya penanganan banjir yang terus dilakukan, Pramono tanpa sungkan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada warga yang terdampak banjir. "Kita nggak usah malu untuk meminta maaf kepada warga. Karena ini bukan sesuatu yang kita rencanakan. Kita akan bekerja keras dan saya akan bekerja keras untuk itu, berpikir bagaimana menangani kedepannya," katanya.
Ia juga memastikan bahwa permintaan maaf itu diikuti dengan tindakan nyata. Semua dinas terkait, para wali kota, hingga lurah, turun ke lapangan menyisir titik-titik rawan banjir dan menyiapkan langkah pencegahan jangka panjang.
Selain menyampaikan permintaan maaf kepada warga yang terdampak, Pramono juga menegaskan komitmen Pemprov DKI Jakarta untuk turut membantu daerah-daerah penyangga yang terdampak banjir.
"Saya sudah meminta kepada BPBD, Dinas Sumber Daya Air, dan juga Biro Kerja Sama. Kalau memang tetangga Jakarta membutuhkan bantuan seperti banjir yang dulu, kami siapkan," ujar mantan Sekretaris Kabinet ini.
Pengerukan Kali Irigasi Bekasi Tengah Kecamatan Cakung. Dok. Pemprov DKI Jakarta
Bukan Hanya Jakarta
Banjir yang melanda Jakarta pada awal Juli ini bukanlah kejadian yang berdiri sendiri. Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, cuaca ekstrem yang terjadi merupakan bagian dari anomali iklim yang melanda hampir seluruh wilayah Indonesia.
"Sesuai apa yang kami prediksi, ini memang anomali cuaca. Musim kemarau ini dimulainya terlambat dan curah hujannya justru di atas normal. Jadi, ini kemarau yang hujannya lebat," ujar Dwikorita dalam rilisnya.
BMKG mencatat sejumlah fenomena atmosfer yang saling berinteraksi memicu cuaca ekstrem dalam beberapa hari terakhir. Di antaranya adalah pertemuan angin dari Timur dan Barat, sirkulasi siklonik di sebelah barat Bengkulu, serta pengaruh tidak langsung dari badai tropis di sekitar Filipina. Kombinasi ini menyebabkan pembelokan dan perlambatan angin, yang memicu tumpukan awan hujan di langit Indonesia bagian barat.
"Itu diperparah dengan suhu muka laut Indonesia yang masih hangat, padahal seharusnya sudah mulai mendingin. Ini meningkatkan kelembapan udara hingga 94 persen, membuat hujan lebih mudah terjadi," kata Dwikorita.
BMKG telah memberikan peringatan sejak 28 Juni, dan akhirnya terjadi pada 4 hingga 6 Juli. Cuaca buruk diperkirakan masih akan berlangsung hingga 8 Juli, khususnya di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat. Bahkan beberapa daerah lain seperti Bali, Lombok, dan Mataram juga ikut terdampak.
Setelah 8 atau 9 Juli, pola hujan diperkirakan akan bergeser ke wilayah tengah dan timur Indonesia, antara lain Kalimantan Timur, Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Meski akan berangsur melemah, BMKG memperkirakan curah hujan di atas normal akan terus terjadi hingga Oktober.
Ia mengimbau masyarakat memanfaatkan informasi cuaca yang disediakan secara real-time oleh BMKG. “Kami biasanya menyediakan prakiraan cuaca hingga enam hari ke depan yang bisa diakses melalui aplikasi Info BMKG,” ucapnya.
Informasi ini memungkinkan masyarakat untuk memahami apakah wilayah tempat tinggalnya termasuk zona rawan, seperti bantaran sungai, cekungan, atau lereng bukit. Melalui pantauan harian dan bahkan per jam, masyarakat dapat menyusun langkah mitigasi yang lebih matang serta melakukan koordinasi dengan lingkungan sekitar sebelum bencana terjadi.
“Poinnya adalah perencanaan untuk keselamatan kita. Dan koordinasi dengan aparat setempat atau pihak terkait untuk memperlancar proses mitigasi atau penyelamatan sebelum kejadian,” kata Dwikorita.
Sedangkan bagi warga Jakarta, dapat memanfaatkan aplikasi Jakarta Kini (JAKI). Melalui fitur JakPantau, warga bisa memantau titik-titik banjir berdasarkan RT secara real-time, lengkap dengan informasi ketinggian air, status pompa, dan kondisi pintu air.
Aplikasi ini juga menyediakan fitur JakLapor yang memungkinkan warga melaporkan kondisi darurat seperti banjir, genangan, hingga pohon tumbang, lengkap dengan foto dan lokasi kejadian. Laporan dari warga akan langsung diteruskan ke sistem Pemprov DKI Jakarta dan ditangani oleh dinas-dinas terkait seperti BPBD atau Dinas Sumber Daya Air.
Perlu Solusi Terintegrasi
Pengamat Kebijakan Publik, Nirwono Joga, menguatkan pernyataan Kepala BMKG bahwa fenomena yang terjadi saat ini bukti nyata perubahan iklim.
“Kalau kita mau jujur, bulan Juli itu harusnya kemarau. Tapi faktanya justru terjadi hujan lebat. Itu bentuk lain dari perubahan iklim. Ini yang menurut saya tidak boleh kita sangkal,” kata Nirwono saat dihubungi Tempo, Selasa malam, 8 Juli 2025.
Ia menambahkan, anomali cuaca seperti ini tak hanya melanda Indonesia, tetapi juga negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Cina. “Jadi ini persoalan global, dan bisa jadi tahun depan akan lebih buruk,” ujarnya.
Menurut Nirwono, kesadaran akan perubahan iklim ini seharusnya menjadi dasar untuk merevisi arah pembangunan Jakarta. Ia mendorong agar Pemprov DKI Jakarta mengecek ulang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) terbaru, apakah sudah menjadikan mitigasi bencana sebagai arus utama kebijakan.
Lebih jauh, ia menilai penyelesaian banjir di Jakarta tak bisa dilakukan sendiri. Ia menekankan pentingnya pendekatan aglomerasi atau lintas-wilayah, terutama karena air yang masuk ke Jakarta juga berasal dari kawasan penyangga seperti Bogor dan Depok. “Tidak mungkin beresin banjir Jakarta tanpa beresin penataan ruang di Puncak, Bogor, misalnya,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia menilai Pemprov DKI sebaiknya fokus pada tiga jenis banjir yang disampaikan Gubernur, yaitu banjir lokal, banjir kiriman, dan banjir rob. Salah satu pendekatan yang realistis menurutnya adalah menargetkan perbaikan bertahap pada 13 sungai utama yang melintasi Jakarta.
“Targetkan saja 3–4 sungai dalam lima tahun. Itu realistis, tapi beres. Misalnya Ciliwung, Angke, Sunter, dan Pesanggrahan. Lima tahun kemudian, empat sungai lagi. Maka 15 tahun ke depan, semuanya selesai,” ucapnya.
Ia juga mendorong agar pemerintah daerah di kawasan Bodetabek melakukan hal serupa, seperti merehabilitasi saluran drainase di Bekasi atau membatasi IMB di Depok dan Bogor untuk melindungi wilayah resapan air.