TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memberikan penugasan khusus kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk menyelesaikan masalah pembangunan dan HAM di Papua.
Penugasan itu disampaikan pertama kali oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra awal bulan ini. Bahkan, kata Yusril, Gibran bakal berkantor di Papua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bahkan kemungkinan ada kantornya wapres untuk bekerja dari Papua menangani masalah ini," kata Yusril dikutip dalam Laporan Tahunan Komnas HAM 2024 yang dipantau via YouTube Komnas HAM pada Rabu, 2 Juli 2025.
Namun belakangan Yusril mengklarifikasi pernyataan Gibran berkantor di Papua. Ia mengatakan bahwa yang berkantor di Papua adalah kesekretariatan dan personalia pelaksana dari badan khusus yang diketuai oleh wakil presiden.
“Jadi bukan wakil presiden akan berkantor di Papua, apalagi akan pindah kantor ke Papua,” kata Yusril dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, 9 Juli 2025.
Yusril mengungkapkan, pembentukan Badan Khusus Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus (Otsus) Papua merujuk pada Pasal 68 A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001. Badan ini memiliki tugas melakukan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otsus Papua.
Badan Khusus Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus (Otsus) Papua dibentuk oleh ayah Gibran, mantan Presiden Joko Widodo, melalui Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2022. Badan ini diketuai oleh wakil presiden dengan anggota terdiri dari menteri dalam negeri, menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, menteri keuangan, serta satu orang wakil dari tiap provinsi di Papua.
Kendati demikian, kapabilitas Gibran menangani Papua diragukan. Aktivis kemanusiaan dari Wamena, Papua, Yefta Lengka mengatakan Gibran tidak punya pengalaman menyelesaikan konflik kekerasan. Pendamping pengungsi Nduga ini ragu Gibran bisa menyelesaikan konflik kekerasan antara pasukan militer Indonesia dan kelompok pro-kemerdekaan Papua.
"Gibran masih muda dan perlu banyak pengalaman penyelesaian konflik," kata staf Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua ini saat dihubungi, Jumat, 11 Juli 2025.
Yefta juga ragu Gibran bisa menyelesaikan masalah hak asasi manusia, terutama masalah pengungsian akibat konflik bersenjata antara pasukan militer dengan kelompok pro-kemerdekaan.
Ia mengungkapkan ada empat masalah Papua yang ditemukan oleh Lembaga ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)—sekarang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang harus diselesaikan Gibran. Empat masalah itu yakni sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia, kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, diskriminasi orang Papua, dan kegagalan pembangunan di Papua.
Menurut Yefta, penyelesaian masalah Papua tidak akan efektif dan tidak bakal selesai jika Gibran yang memimpin. Ia menilai Prabowo sedang melempar masalah kepada Gibran. Menurut dia, Prabowo seharusnya yang memimpin langsung penyelesaian konflik di Papua. Ia ingin Prabowo menghentikan operasi militer dan mengutamakan dialog antara pemerintah dan kelompok pro-kemerdekaan.
Sebelumnya, Koordinator Pastor-Pastor Papua John Bunay juga meragukan Gibran dapat menyelesaikan masalah Papua. Ia mengatakan Jokowi juga gagal menyelesaikan masalah Papua. Padahal, Jokowi sudah beberapa kali mengunjungi Papua dan memerintahkan mantan Wapres Ma'ruf Amin menjadi Ketua Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP).
John Bunay mengatakan kinerja BP3OKP tidak membuahkan hasil ketika dipimpin oleh Ma'ruf Amin. Kekerasan dan konflik di Papua justru tetap terjadi. Karenanya, John Bunay pesimistis Gibran dapat menyelesaikan masalah Papua.
Namun John Bunay berharap Gibran dapat melakukan sejumlah hal. Yang pertama, Gibran harus membuka dialog terlebih dahulu untuk menyelesaikan konflik Papua. Dialog harus melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, serta Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Ia mengatakan dialog ini pentinh untuk mengetahui tujuan dan cara Gibran menyelesaikan masalah di Papua.
"Gibran datang membangun kantor tanpa dialog lebih dulu dengan masyarakat, nanti rasanya mubazir, " kata John Bunaiy saat dihubungi, pada Rabu, 9 Juli 2025.
Langkah kedua yang harus dilakukan Gibran adalah menciptakan jeda kemanusiaan dengan menarik pasukan TNI dari Papua dan meminta gencatan senjata di antara TNI-Polri dan milisi TPNPB-Organisasi Papua Merdeka (OPM).
"Karena itu adalah pemicunya. Gibran mau bikin apa saja juga pasti tidak bisa karena di depan mata mereka masih banyak pengungsi,” katanya.
Di samping itu, kata John Bunay, Gibran harus mengubah strategi menyelesaikan masalah Papua. Ia harus menghentikan pendekatan militer dan memberikan kepercayaan kepada gereja untuk menyelesaikan masalah di Papua. "TNI atau Polri yang berbau militer sebaiknya tidak ada," kata John Bunay.
John Bunay juga menyarankan Gibran membuka ruang rekonsiliasi dan mendukung kesepakatan antara pemerintah, masyarakat, dan kelompok pro-kemerdekaan. John Bunay juga meminta Gibran untuk mempercayakan pembangun Papua kepada pemerintah daerah.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Cahyo Pamungkas mengatakan penugasan Gibran ke Papua tidak akan efektif dalam menyelesaikan masalah Papua. Ia menduga pemerintahan Prabowo hanya akan mengikuti tradisi lama dalam menyelesaikan masalah Papua. Pemerintah, kata Cahyo, hanya akan memodifikasi lembaga penyelesaian masalah Papua yang pernah dibentuk pemerintah sebelumnya.
Lembaga yang sudah dibentuk untuk masalah Papua di antaranya Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) yang dipimpin oleh Wakil Presiden 2009-2014 Boediono. Kemudian ada Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang dipimpin oleh Wakil Presiden 2019-2024 Ma'ruf Amin.
Kedua lembaga itu berkonsentrasi menangani masalah Papua. UP4B fokus mempercepat pembangunan dan menyelesaikan masalah hak asasi manusia di Papua. Sedangkan BP3OKP fokus mengakselerasi ekonomi pembangunan. Cahyo mengatakan tidak ada terobosan baru bila Gibran berencana membuat kantor di Papua.
"Saya tidak melihat akan ada terobosan baru dalam penelusuran konflik kekerasan. Mungkin, ya, kalau nanti Gibran diberikan keppres hanya akan melanjutkan apa yang telah dilakukan oleh kedua lembaga itu, " ujar Cahyo saat dihubungi, pada Rabu, 9 Juli 2025.
Penugasan Gibran juga ditolak oleh organisasi pro-kemerdekaan Papua. Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menilai mandat Prabowo kepada Gibran tersebut hanya sekadar pencitraan saja.
Ketua I KNPB Pusat Warpo Sampari Wetipo memandang bahwa penugasan Gibran mengurus masalah di Papua bak lagu lama yang diputar berulang kali oleh pemerintah pusat Indonesia.
“Mandat semacam ini membuat rakyat dan pejuang Papua sangat muak dan dianggap sebagai lagu lama yang terus menerus di putar ulang, seakan-akan pemerintah sedang serius, padahal omong-kosong belaka,” kata Warpo kepada Tempo, 11 Juli 2025.
Warpo mengatakan, daripada mengutus Gibran mengurusi Papua, KNPB mendesak agar pemerintah Indonesia membuka dialog yang melibatkan Persatuan Bangsa-Bangsa atau pihak internasional yang dianggap netral dan diterima kedua kubu.
Penolakan terhadap Gibran juga disampaikan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Juru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mempertanyakan kualifikasi Gibran menangani masalah Papua.
Menurut Sebby, daripada menugaskan Gibran, ia meminta Prabowo membentuk tim di bawah kabinetnya untuk berunding dengan kelompok-kelompok di Papua. Ia mengatakan penunjukkan Gibran untuk menyelesaikan persoalan pembangunan dan penyelesaian masalah HAM di Papua hanya sebagai pencitraan negara indonesia di mata dunia internasional.
“Kami menilai penunjukkan Gibran ke Papua sebagai sebuah kekeliruan yang sedang diakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk penyelesaian masalah konflik di Papua,” ujarnya, kemarin.
Menurut Sebby, menyelesaikan masalah di Papua bukan menugaskan Gibran di sana, melainkan Prabowo harus membentuk tim di bawah kabinetnya untuk berunding dengan kelompok-kelompok di Papua. Sebby pun mengatakan markas pusat TPNPB-OPM bersedia untuk berunding dengan pemerintab Indonesia dimediasi pihak internasional yang netral dan diterima semua kubu.
Adapun Wakil Presiden Gibran Rakabuming menyatakan siap melaksanakan penugasan khusus dari Prabowo untuk mengurus Papua. Bahkan, dia tak menampik kemungkinan akan berkantor di Papua. Sebab, kata dia, penugasan ke Papua sudah ada sejak Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
"Sebagai pembantu presiden siap ditugaskan di mana pun, kapan pun, dan saat ini kami nunggu perintah berikutnya,” ujar Gibran saat ditemui saat kunjungan kerja di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu 9 Juli 2025.
Gibran tidak menjawab secara gamblang ketika ditanya soal jadwal keberangkatannya dan mulai bertugas di Papua. Namun, dia menegaskan siap kapan pun ditugaskan. Bahkan meskipun saat ini keputusan presiden belum keluar, Gibran mengaku siap mulai ditugaskan ke Papua.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi meminta masyarakat tak membesar-besarkan keput...