TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan Malaysia sepakat untuk mengelola bersama wilayah kaya minyak dan gas blok Ambalat bersama Indonesia.
Usai bertemu Presiden Prabowo Subianto, Anwar mengatakan pengelolaan blok Ambalat harus segera dilakukan meski sengketa maritim di sana belum selesai. Ia mengatakan Malaysia dan Indonesia akan mengelola migas di blok Ambalat melalui joint development authority.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebab, jika kita menunggu penyelesaian hukum, bisa jadi memakan waktu hingga dua dekade lagi. Lebih baik kita manfaatkan waktu yang ada untuk memperoleh hasil nyata, demi kepentingan rakyat di kawasan perbatasan,” kata Anwar di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 27 Juni 2025.
Anwar menuturkan, selain sengketa Ambalat, ia dan Prabowo juga membahas masalah perbatasan lain yang melibatkan Provinsi Sabah, Malaysia.
“Saya percaya kita akan bisa mencapai solusi yang cepat dan adil,” ucapnya.
Kesepakatan ini juga disampaikan Prabowo setelah pertemuan bilateral dengan Anwar Ibrahim di Istana Kepresidenan. Prabowo mengatakan dua negara sepakat menyelesaikan masalah perbatasan, termasuk Ambalat.
“Contoh masalah Ambalat. Kita sepakat bahwa sambil menunggu penyelesaian masalah-masalah hukum, kita sudah ingin mulai dengan kerja sama ekonomi yang kita sebut joint development,” kata Prabowo dalam pernyataan bersama.
Prabowo mengatakan dua negara akan bersama-sama mengelola sumber daya alam yang ada di Ambalat untuk kepentingan kedua negara.
“Apapun yang kita ketemu di laut itu, kita akan bersama-sama mengeksploitasinya,” kata Prabowo.
Sengketa Ambalat adalah perselisihan wilayah maritim antara Indonesia dan Malaysia yang berfokus pada blok Ambalat. Blok ini merupakan wilayah kaya minyak dan gas yang terletak di Laut Sulawesi, tepatnya di wilayah perbatasan antara provinsi Kalimantan Utara dan negara bagian Sabah.
Indonesia sudah tegas menyatakan wilayah Ambalat masuk perbatasannya sejak tahun 1980 berdasarkan Deklarasi Djuanda tahun 1957.
Sedangkan Malaysia menyebut kedua blok tersebut sebagai Blok ND6 dan ND7, sebagai bagian wilayah lautnya yang baru. Dasar yang dipakai Malaysia adalah putusan Mahkamah Internasional (International Court of Justice atau ICJ). Putusan ICJ memetakan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik Malaysia pada tahun 2002. Kedua pulau tersebut dipersengketakan Indonesia dan Malaysia.
Atas dasar putusan dua pulau oleh ICJ dan juga Peta Malaysia tahun 1979, Malaysia mengklaim Blok Ambalat masuk batas wilayah lautnya. Padahal Peta 1979 banyak diprotes sesama negara ASEAN, seperti Filipina, Singapura, dan Brunei, karena mencaplok wilayah negara lain. Bahkan, Cina ikut memprotes. Malaysia menggunakan basis landas kontinen hingga mencakup juga Pulau Karang Unarang.
Pada 2005, ketegangan memuncak saat kedua negara saling mengirim kapal perang dan kapal patroli ke wilayah Ambalat. Indonesia menuduh Malaysia melanggar wilayahnya karena memberikan konsesi minyak kepada Shell dan Petronas di Blok Ambalat. Sebaliknya, Malaysia mengklaim bahwa wilayah tersebut berada di dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) miliknya
Arif A. Kuswardono, Yophiandi, Agus Supriyanto berkontribusi dalam penulisan artikel ini