KOMISI III Dewan Perwakilan Rakyat sedang membahas Rancangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP. Dalam pembahasan itu, Komisi III DPR dan pemerintah menyepakati penghapusan usulan ayat yang menyatakan Mahkamah Agung atau MA tidak boleh menjatuhkan vonis lebih berat dari putusan pengadilan di bawahnya.
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan hal itu sebelumnya tercantum dalam Pasal 293 ayat 3 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi KUHAP. Dia mengatakan penghapusan pasal itu berdasarkan keputusan seluruh anggota panitia kerja yang membahas RUU KUHAP.
“Jadi tidak ada ketentuan bahwa Mahkamah Agung tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih berat daripada pengadilan sebelumnya,” kata politikus Partai Gerindra itu di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025, seperti dikutip dari Antara.
Dengan begitu, dia memastikan MA tetap bisa menjatuhkan hukuman sesuai keyakinannya, baik hukuman yang lebih berat atau lebih ringan dari putusan pada pengadilan sebelumnya.
Adapun usulan Pasal 293 ayat 3 dalam DIM RUU KUHAP itu berbunyi, “dalam hal Mahkamah Agung menjatuhkan pidana terhadap terdakwa maka pidana tersebut tidak boleh lebih berat dari putusan judex factie (putusan di tingkat pengadilan sebelumnya).”
Pasal yang muncul itu merupakan substansi baru yang diusulkan oleh pemerintah melalui DIM. Awalnya, kata dia, Pasal 293 tersebut hanya memiliki dua ayat tentang peran MA dalam tahapan kasasi perkara.
DPR dan Pemerintah Selesai Susun 1.676 DIM RUU KUHAP
Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR bersama pemerintah menyatakan telah selesai menyusun DIM RUU KUHAP pada Kamis. Pembahasan dan penyusunannya berlangsung selama dua hari sejak Rabu, 9 Juli 2025.
“Iya, sudah selesai pembahasannya. Jumlah total DIM yang dibahas 1.676,” kata Habiburokhman dalam konferensi pers di kompleks parlemen, Kamis.
Habiburokhman memerinci sebanyak 1.091 DIM bersifat tetap, artinya tidak mengubah draf RUU KUHAP yang dibuat DPR. Kemudian, DIM bersifat redaksional sebanyak 295, DIM diubah sebanyak 68, DIM yang dihapus sebanyak 91, serta DIM yang berisi substansi baru sebanyak 131.
Setelah pembahasan DIM selesai, rumusan yang telah disepakati itu akan disinkronisasi oleh tim perumus dan tim sinkronisasi. Tim sinkronisasi itu beranggotakan 17 orang dari berbagai fraksi diketuai oleh Habiburokhman sendiri.
Dia menargetkan RUU KUHAP dapat segera disahkan karena KUHAP yang berlaku saat ini masih belum mengakomodasi perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM). “Ya, namanya undang-undang kan, namanya kami kerja di sini kan, kalau bisa kerja lebih cepat ya lebih baik,” kata dia.
Sebelumnya, dia mengatakan RUU KUHAP yang telah dibahas oleh DPR dan pemerintah memuat lebih dari 334 pasal yang memiliki 10 substansi pokok.
Dia mengklaim beberapa substansi pokok yang dimaksud merupakan penyesuaian KUHAP dengan nilai-nilai KUHP baru, penguatan hak warga negara yang berhadapan dengan hukum, penguatan peran advokat, serta perbaikan aturan mekanisme upaya paksa. Revisi KUHAP ini merupakan inisiatif DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Adapun peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iftitah Sari mengatakan naskah DIM tidak banyak mengubah substansi draf RUU KUHAP yang dibuat DPR. Padahal, dia menilai draf RUU KUHAP versi DPR mengandung banyak masalah.
“Isi DIM-nya cenderung mengamini draf yang lama, nggak ada perubahan substansial. Kalaupun ada perubahan, justru makin buruk,” ujar Tita.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen meminta pemerintah dan DPR segera menyampaikan DIM RUU KUHAP kepada publik. Dia menuturkan publik penting mengetahui draf DIM karena isinya berkaitan dengan hak-hak dasar warga negara.
Hak itu mulai dari penangkapan, penahanan, penggeledahan, hingga peradilan. “Bila draf tertutup, potensi pelembagaan praktik sewenang-wenang dalam sistem peradilan pidana menjadi sangat besar,” kata dia.
Oyuk Ivani Siagian dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Mereka Meragukan Gibran Bisa Selesaikan Konflik Papua