Liputan6.com, Jakarta Tanpa disadari, kebiasaan mengonsumsi camilan harian tertentu dapat menjadi pemicu berbagai masalah pada sistem pencernaan. Banyak camilan modern yang populer di masyarakat mengandung bahan-bahan yang, jika dikonsumsi berlebihan, berpotensi mengganggu keseimbangan mikrobiota usus dan memicu peradangan.
Sistem pencernaan yang sehat adalah kunci untuk penyerapan nutrisi yang optimal dan sistem kekebalan tubuh yang kuat. Namun, pilihan camilan yang kurang tepat bisa merusak fondasi kesehatan ini, menyebabkan ketidaknyamanan hingga risiko penyakit kronis di kemudian hari.
Berikut Liputan6.com mengulas delapan jenis camilan harian yang sering kali tidak terasa dampaknya, namun berpotensi serius mengganggu kesehatan pencernaan Anda. Mulai dari camilan tinggi gula hingga makanan berpengawet, mari kita selami lebih dalam bagaimana setiap jenis camilan ini dapat memengaruhi sistem pencernaan kita.
Camilan Tinggi Gula
Camilan yang kaya gula, seperti permen, kue, dan minuman manis, dapat berdampak negatif pada keseimbangan mikrobiota usus. Gula adalah salah satu komponen utama dalam banyak makanan olahan dan minuman manis, yang bila dikonsumsi berlebihan dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan, termasuk sistem pencernaan.
Salah satu perusahaan minuman asal Jepang pernah mengulas asupan gula yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan mikrobiota usus, yang pada gilirannya memicu gangguan pencernaan seperti sindrom iritasi usus besar (IBS), perut kembung, diare, atau sembelit.
Senada dengan pendapat tersebut, Dokter spesialis gizi klinik, Marya Haryono, juga menjelaskan bahwa asupan gula berlebihan dapat mengurangi jumlah bakteri baik dalam pencernaan.
Ketidakseimbangan ini mendorong pertumbuhan bakteri dan ragi berbahaya sekaligus menghambat pertumbuhan bakteri bermanfaat. Akibatnya, dapat menyebabkan perut kembung, gas, dan ketidaknyamanan gastrointestinal yang sering kali tidak disadari.
Makanan Ringan Olahan
Makanan olahan seperti keripik, biskuit, dan mi instan sering kali mengandung aditif tidak sehat seperti gula, pengawet, dan rendah serat. Proses pengolahan yang panjang membuat makanan ini bersifat merusak mikrobioma usus karena kandungan bahan tambahan yang tidak alami.
Konsumsi makanan olahan dalam jumlah berlebih dapat memberikan efek negatif bagi kesehatan tubuh dan sistem pencernaan secara keseluruhan, sebagaimana dijelaskan oleh Yayasan Gastroenterologi Indonesia.
Kurangnya serat dalam makanan olahan juga berkontribusi pada masalah pencernaan. Serat adalah komponen penting untuk menjaga kesehatan usus dan memastikan pergerakan usus yang lancar.
Gorengan
Makanan yang digoreng, seperti kentang goreng, bakwan, atau tempe mendoan, mengandung lemak jenuh dan garam tinggi yang dapat mengurangi bakteri usus sehat dan memicu peradangan. Ahli gizi Steph Magill menyatakan bahwa konsumsi gorengan bisa mengurangi jumlah bakteri baik di usus dan bahkan memicu inflamasi.
Selain itu, makanan tinggi lemak juga berdampak pada memperlambat pencernaan. Hal ini memengaruhi kesehatan usus Anda secara signifikan, menyebabkan rasa tidak nyaman dan gangguan pada proses pencernaan alami tubuh.
Peradangan yang disebabkan oleh gorengan dapat merusak lapisan usus dan mengganggu fungsinya. Ini adalah salah satu alasan mengapa membatasi konsumsi gorengan sangat dianjurkan untuk menjaga kesehatan pencernaan.
Camilan dengan Pemanis Buatan
Pemanis buatan yang ditemukan dalam permen karet bebas gula atau minuman diet dapat mengganggu aktivitas mikroba usus dan memicu masalah kesehatan. Profesor Ariel Kushmaro dari BGU's departemen bioteknologi menjelaskan bahwa mengonsumsi pemanis buatan berdampak negatif terhadap aktivitas mikroba usus.
Konsumsi berlebih pemanis buatan berkaitan dengan perubahan komposisi dan aktivitas mikrobiota usus, yang dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan pencernaan dan sistem kekebalan tubuh.
Dalam jangka pendek, konsumsi pemanis buatan juga bisa menyebabkan efek seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan perubahan suasana hati. Dampak jangka panjang dari pemanis buatan terhadap kesehatan usus masih terus diteliti, namun bukti awal menunjukkan adanya potensi risiko yang perlu diwaspadai.