Provinsi Riau yang dikenal sebagai lumbung kelapa sawit terbesar di Indonesia dinilai memiliki peluang besar mengerek pertumbuhan ekonomi lewat hilirisasi. Badan Pusat Statistik (BPS) menilai pengolahan sawit menjadi berbagai produk turunan, mulai dari minyak goreng hingga fatty acid dan sabun, bisa memberi nilai tambah sekaligus memperluas penyerapan tenaga kerja.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam kegiatan "Riau Econimic Forum" di Kantor Bank Indonesia Perwakilan Riau, Pekanbaru, Jumat, mengatakan kelapa sawit menjadi penopang ekonomi dan tenaga kerja di Provinsi Riau. Akan tetapi perlu manajemen kelola dan peremajaan kelapa sawit.
"Hilirisasi sawit bisa memberikan nilai tambah. Tak hanya minyak goreng namun juga asam lemak, 'fatty acid', sabun dan turunannya yang lain perlu dikembangkan. Kalau semua dikembangkan akan jadi sesuatu mengungkit pertumbuhan ekonomi," katanya dikutip dari Antara, Sabtu (9/8).
Dia mengatakan ekonomi yang didominasi komoditas sawit banyak menyerap tenaga kerja dengan tanaman rakyat mencapai 2,5 juta hektare. Akan tetapi produktivitas antara perkebunan rakyat dan negara serta swasta perbedaannya relatif perlu didorong bersama.
Selain itu, komoditas kelapa juga menjadi yang terbesar di Indonesia terpusat di Kabupaten Indragiri Hilir. Hal itu butuh manajemen bahan bakunya agar terkelola dengan baik sehingga meningkatkan perekonomian masyarakat.
Dirinya juga menyoroti ketenagakerjaan di Riau di mana penduduk usia kerja 4,99 juta orang berumur antara 15-65 tahun. Jika dikeluarkan ibu rumah tangga dan yang masih sekolah maka angkatan kerja sebanyak 3,22 juta orang.
"Yang bekerja 3,09 juta orang dan 132 ribu orang dalam posisi menganggur. Naik 8.970 orang dibanding Februari 2024," ujar dia.
Selanjutnya angka kemiskinan presentasinya di Riau menurun dibanding tahun lalu, kata Amalia. Jumlahnya sekitar 460 ribu atau turun 12 ribu orang menjadi 6,16 persen dengan garis kemiskinan 713 ribu per bulan.
"Itu Riau satu rumah tangga 5,51 orang, sehingga satu rumah tangga yang pengeluarannya di bawah Rp3,929 juta satu bulan yang masuk kategori miskin," katanya.
Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan BI Riau Panji Ahmad mengatakan Riau berada di posisi strategis dari lereng Bukit Barisan hingga ke Selat Malaka. Karakteristik tenang dapat jadi keuntungan aktivitas pelabuhan dengan bonus demografi yang juga signifikan.
"65 persen penduduk usia produktif, ekonomi Riau 4,59 persen secara tahunan. Capaian ini masih menjadikan Riau dengan produksi domestik regional bruto terbesar keenam di Indonesia dan nomor dua terbesar di luar pulau Jawa," ujar dia.